Dugaan Kecurangan Timbangan Pabrik Gula di Malang

author
3 minutes, 52 seconds Read

Sebanyak 46 ribu lahan tebu produktif di Kabupaten Malang, dipasokkan ke dua pabrik gula (PG) di wilayah ini. Kedua PG itu adalah Pabrik Gula Kebonagung, Pakisaji dan Pabrik Gula Krebet di Kecamatan Bululawang.

“46 ribu hektar lahan tebu untuk pasokan PG Krebet dan Kebonagung. Jumlah itu, masih banyak sebenarnya. Kenapa, karena masih ada puluhan ribu hektar lahan tebu yang belum dioptimalkan,” tegas Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang, Sanusi, Senin (17/6/2013).
Menurutnya, ada banyak permasalahan saat musim giling tebu seperti bulan ini. Salah satunya, terkait timbangan tebu.

“Tebu itu ditimbang berikut kendaraan yang mengangkutnya. Akan tetapi, banyak petani tebu mengeluhkan jika timbangan tebu milik pabrik gula dengan timbangan swasta lainnya tidak sama,” paparnya.

Pria yang juga pernah menjabat Pengurus KUD dalam Forum Musyawarah Produksi Gula Kabupaten Malang itu melanjutkan, timbangan untuk tebu masuk, timbangan kosong dan timbangan gula sangat berbeda. Tak jarang, truk tebu milik kelompok tani saat ditimbang di pabrik gula, hasilnya justru berbeda.

Dan itu, bukan hal baru lagi di kalangan petani tebu. “Kami pernah usulkan agar Pemkab Malang, membuat timbangan sendiri bagi komoditas tanaman tebu. Hasil dari timbangan milik Pemkab, bisa dikroscekkan dengan hasil timbangan dari 2 pabrik gula yang ada. Sehingga petani tidak dirugikan terkait timbangan tebu karena hal itu bisa dijadikan pembanding,” urainya.

Sebagai contoh, tak jarang satu truk tebu saat ditimbang di tempat lain dengan timbanganmilik pabrik gula di Malang, terjadi selisih 5 hingga 7 kwintal. Kalau ini dibiarkan, masih tahap penimbangan saja, petani sudah dirugikan. Belum lagi soal rendemen tebu dan kalkulasi muatan tebu yang disetorkan ke pabrik gula.

“Alokasi anggaran jika Pemkab mau membuat timbangan sendiri sebenarnya tidak begitu mahal. Mungkin hanya sebesar Rp 150 juta sampai Rp 500 juta anggaran, sudah bisa membuat timbangan sendiri,” katanya.

Mantan Ketua DPC PKB Kabupaten Malang itu menambahkan, untuk harga tebu sejauh ini, per kwintal tebu di hargai Rp 86 ribu. Jika satu hektar lahan tebu menghasilkan 6 ribu kwintal tanaman tebu, alokasi dana yang masuk ke petani sebanyak Rp 60 juta. Namun, hasil itu tidak serta merta membawa dampak positif bagi petani.

Masalahnya, indikasi kecurangan-kecurangan yang dilakukan pabrik gula, selalu saja meresahkan petani tebu. Ibaratnya, pabrik itu hanya menyiapkan mesinnya saja. Seluruh pembiayaan produksinya didapat dari tebu yang disuplai petani.

“Kalau timbangan tebu saja sudah disunat, belum lagi soal rendemen dan sebagainya. Sehingga, adakalanya pendirian pabrik gula baru memang terganjal karena ada upaya memonopoli sektor perkebunan khususnya tebu di Kabupaten Malang,” pungkas Sanusi

Sumber : http:// m. beritajatim.com /detailnews.php/1/Ekonomi/2013-06-17/175090/Pabrik_Gula_Diduga_Curang_saat_Timbang_Tebu

“46 ribu hektar lahan tebu untuk pasokan PG Krebet dan Kebonagung. Jumlah itu, masih banyak sebenarnya. Kenapa, karena masih ada puluhan ribu hektar lahan tebu yang belum dioptimalkan,” tegas Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang, Sanusi, Senin (17/6/2013).
Menurutnya, ada banyak permasalahan saat musim giling tebu seperti bulan ini. Salah satunya, terkait timbangan tebu.

“Tebu itu ditimbang berikut kendaraan yang mengangkutnya. Akan tetapi, banyak petani tebu mengeluhkan jika timbangan tebu milik pabrik gula dengan timbangan swasta lainnya tidak sama,” paparnya.

Pria yang juga pernah menjabat Pengurus KUD dalam Forum Musyawarah Produksi Gula Kabupaten Malang itu melanjutkan, timbangan untuk tebu masuk, timbangan kosong dan timbangan gula sangat berbeda. Tak jarang, truk tebu milik kelompok tani saat ditimbang di pabrik gula, hasilnya justru berbeda.

Dan itu, bukan hal baru lagi di kalangan petani tebu. “Kami pernah usulkan agar Pemkab Malang, membuat timbangan sendiri bagi komoditas tanaman tebu. Hasil dari timbangan milik Pemkab, bisa dikroscekkan dengan hasil timbangan dari 2 pabrik gula yang ada. Sehingga petani tidak dirugikan terkait timbangan tebu karena hal itu bisa dijadikan pembanding,” urainya.

Sebagai contoh, tak jarang satu truk tebu saat ditimbang di tempat lain dengan timbanganmilik pabrik gula di Malang, terjadi selisih 5 hingga 7 kwintal. Kalau ini dibiarkan, masih tahap penimbangan saja, petani sudah dirugikan. Belum lagi soal rendemen tebu dan kalkulasi muatan tebu yang disetorkan ke pabrik gula.

“Alokasi anggaran jika Pemkab mau membuat timbangan sendiri sebenarnya tidak begitu mahal. Mungkin hanya sebesar Rp 150 juta sampai Rp 500 juta anggaran, sudah bisa membuat timbangan sendiri,” katanya.

Mantan Ketua DPC PKB Kabupaten Malang itu menambahkan, untuk harga tebu sejauh ini, per kwintal tebu di hargai Rp 86 ribu. Jika satu hektar lahan tebu menghasilkan 6 ribu kwintal tanaman tebu, alokasi dana yang masuk ke petani sebanyak Rp 60 juta. Namun, hasil itu tidak serta merta membawa dampak positif bagi petani.

Masalahnya, indikasi kecurangan-kecurangan yang dilakukan pabrik gula, selalu saja meresahkan petani tebu. Ibaratnya, pabrik itu hanya menyiapkan mesinnya saja. Seluruh pembiayaan produksinya didapat dari tebu yang disuplai petani.

“Kalau timbangan tebu saja sudah disunat, belum lagi soal rendemen dan sebagainya. Sehingga, adakalanya pendirian pabrik gula baru memang terganjal karena ada upaya memonopoli sektor perkebunan khususnya tebu di Kabupaten Malang,” pungkas Sanusi

Sumber : http:// m. beritajatim.com /detailnews.php/1/Ekonomi/2013-06-17/175090/Pabrik_Gula_Diduga_Curang_saat_Timbang_Tebu

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X